Konsultasi:
Saya dan dua orang Ahli Waris Lainnya mengalami peristiwa, di mana harta peninggalan berupa tanah dan bangunan dari Orang tua Kami yang dijual oleh salah satu ahli waris tanpa sepengetahuan Kami kepada Pihak Lain dan sekarang tanah dan bangunan tersebut telah dikuasasi oleh Pihak Lain di maksud, bahkan sudah disewa-sewakan lagi kepada Pihak Ketiga. Bagaimana caranya agar Saya dapat mengambil kembali harta peninggalan tersebut?
Pembahasan:
Mengingat keterbatasan data yang ada dan informasi tentang fakta yang tidak memadai, maka Kami menjawab dengan kemungkinan solusi yang dapat diambil sebagai alternatif pemecahan permasalahan yang terjadi.
Terkait harta peninggalan berupa tanah dan bangunan dari Pewaris, maka yang memiliki hak milik atas tanah dan bangunan tersebut adalah para ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 833 ayat (1) jo. Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata:
Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata, menyatakan:
“Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal”.
Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata, menyatakan:
“Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini”.
Oleh karena itu, seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat pewarisan. Apabila jual beli tersebut telah terjadi dan tanpa tanda tangan para ahli warisnya sebagai pemiliknya (karena tidak ada persetujuan dari para ahli waris) apalagi tanah dan bangunan telah dikuasai Pihak Lain, maka tanah tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk menjualnya. Oleh karena itu jual beli tersebut batal demi hukum. Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada, dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap berada pada ahli waris. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1471 KUHPerdata yang menyatakan:
“Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”.
Perbuatan hukum terekait jual beli tersebut tidak dapat dilakukan secara di bawah tangan, tetapi harus dilakukan dengan dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pasal 95 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permen Agraria 3/1997”). Akta PPAT tersebut adalah bukti adanya peralihan hak atas tanah karena jual beli tersebut.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam persiapan untuk melakukan langkah-langkah hukum baik secara perdata maupun pidana, yakni:
Langkah hukum secara pidana: ————————————————————————
Menurut hemat Kami, dapat dilakukan langkah hukum secara pidana, dengan melaporkan ke kepolisian semua Pihak yang terlibat dengan terjadinya Jual Beli yang diduga dilakukan secara melawan hukum tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP jo. Pasal 266 KUHP jo. Pasal 385 KUHP, yang masing-masing berbunyi:
Pasal 263 (1) KUHP, menyatakan:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Pasal 266 (1) KUHP, menyatakan:
“Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
Pasal 385 (1) KUHP, menyatakan:
“Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak diatasnya adalah orang lain”.
Pasal 385 (1) KUHP, menyatakan:
“Barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa orang lain yang mempunyai atau turut mempunyai ha katas tanah itu”.
Langkah Hukum secara perdata: ———————————————————————-
Para ahli waris yang merasa haknya dilanggar karena tanah milik mereka dijual tanpa persetujuan dari mereka, dapat melakukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyatakan:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak subjektif para ahli waris. Untuk dapat menggugat penjual tanah tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum, Anda harus dapat membuktikan bahwa orang yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan di atas.
Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUHPerdata, yang memberikan hak kepada ahli waris untuk mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peninggalan tersebut.
Pasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 834 KUHPerdata telah memberikan para ahli waris dasar untuk meminta kembali tanah warisan tersebut. Para ahli waris dapat mengajukan gugatan untuk meminta agar diserahkan kepadanya segala haknya atas harta peninggalan beserta segala hasil, pendapatan, dan ganti rugi. Gugatan perdata dapat dituntut oleh Para Ahli Waris, termasuk Anda selaku Penggugat kepada Para Pihak Terkait dan Terlibat baik kedudukannya selaku Tergugat maupun selaku Turut Tergugat.
Jadi untuk memperjuangkan harta peninggalan di maksud, Anda dapat melakukan upaya hukum pidana dan atau perdata sebagaimana uraian di atas, baik secara langsung/sendiri, maupun meminta bantuan hukum kepada Pengacara/Advokat untuk mewakili kepentingan hukum Anda.
Demikian, salam hormat.